Warga Salatiga gelar tradisi Sadranan dengan bawa 1.000 tumpeng ke Makam Shuufi jelang Ramadan. Acara ini wujud syukur, doa untuk leluhur.
Menjelang bulan Ramadan, warga Salatiga menggelar tradisi tahunan bernama Sadranan. Acara ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan ajang silaturahmi antarwarga. Tradisi Sadranan biasanya dilaksanakan pada bulan Sya'ban (atau bulan Ruwah dalam kalender Jawa). Dalam acara ini, masyarakat berkumpul untuk mendoakan keluarga dan kerabat yang sudah meninggal. Selain itu, Sadranan juga menjadi simbol kebersamaan dan gotong-royong warga.
Mugi, salah satu warga, menjelaskan bahwa tujuan utama Sadranan adalah mengirim doa untuk keluarga yang telah meninggal. "Kami melibatkan warga dari RT 1 sampai RT 11 dalam acara ini," ujarnya. Mugi juga menekankan bahwa Sadranan adalah bukti bahwa warga masih menjaga dan melestarikan budaya yang sudah turun-temurun.
Salah satu hal yang menarik dalam Sadranan di Tegalrejo adalah arak-arakan 1.000 tumpeng. Tumpeng-tumpeng ini dibawa warga sebelum dikumpulkan di makam Shuufi. Tradisi ini bukan hanya sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan gotong-royong antarwarga. "1.000 tumpeng ini simbol kerukunan dan rasa syukur kami. Arak-arakan ini juga menunjukkan semangat gotong-royong warga Tegalrejo," kata Mugi.
Perkembangan Tradisi Sadranan
Tradisi Sadranan di Makam Shuufi telah mengalami perubahan dalam empat tahun terakhir. Dulu, acara ini dilakukan dengan cara sederhana, yaitu berdoa di makam dan makan bersama. Namun, sekarang acara ini semakin meriah dengan tambahan unsur budaya Jawa, seperti arak-arakan tumpeng dan pertunjukan kesenian tradisional. Hal ini membuat Sadranan tidak hanya menjadi acara keagamaan, tetapi juga ajang pelestarian budaya.
Makna Lebih Dalam
Sadranan bukan sekadar acara seremonial, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebaikan seperti menghormati leluhur, menjaga silaturahmi, dan bersyukur atas berkah yang diberikan. Dengan melibatkan seluruh warga, acara ini juga mempererat hubungan sosial antarwarga. Selain itu, Sadranan menjadi momen untuk mengajarkan generasi muda tentang pentingnya melestarikan tradisi dan budaya lokal.
Dengan semangat kebersamaan, warga Salatiga terus menjaga tradisi Sadranan sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Acara ini tidak hanya menyatukan warga, tetapi juga mengingatkan semua orang untuk selalu menghargai jasa leluhur dan bersyukur atas kehidupan yang diberikan.
Credit :
Penulis : Daniel Bintang
Komentar